Teman Blog Tintahatiku

28 November 2010

Al-Fatihah buat emak

perginya seorang ibu
membawa ratap dan tangis sendu
tersungkur dihumban rindu
kala akhir hayatnya jumaat lalu

ibu yang kukasihkan
sayang yang takkan hilang
walau jejakku umpama dagang
di situlah aku menumpang!

untaian kata ini 
kutahu takkan sampai ke lahad sana
hanya doa kubisikkan sendirian
kuutuskan pada Tuhan,
tinggallah dunia dan cinta yang fana
kembalilah kepada Maha Pencipta
dan di sini
aku kan terus memeluk bayangan kenangan
Al-Fatihah buat arwah emak....

syair Sunur

(51) Inilah nazam dagang yang syukur / kepada tolan di kampung Sunur / bidal sekapur sirih yang layur / pembuka kabar permulaan tutur (1)

(52) Lamalah tuan dagang tinggalkan / habislah tahun baganti zaman / satupun tidak dagang kirimkan / dikarang surat kaganti  badan (2).

Jikalau adat orang yang lain / ada kiriman baju dan kain / akan sahabat lawan bermain / supaya terbuka hati yang  rahim (3).

Di dagang tidak katando hayat / hanyalah kertas berisi dawat° / dalamnya sembah fadhilal hajat  / serta salam doa selamat (4).

Pikirlah dagang suatu malam / diambil kertas, dawat°, dan kalam / disuratkan sembah serta salam / memohonkan ampun ke  bawah Kidam (5).

Sungguhpun surat dagang kirimkan / umpama° ganti nyawa dan badan / dagang bercinta surat sampaikan / sepanjang tahun segenap bulan (6).

Wahai sahabat dengarkan kata / kaum kerabat semuanya° rata / sungguhpun jauh tuan di mata / di dalam mimpi kupandang nyata (7).

Baru tapajam mataku tidur / rasa di dalam negeri Sunur / tolan yang ada lawan bertutur /  sukalah hati menerima syukur (8).

Sudah terjaga mata memandang / kiranya badan terbaring sorang / bukan di Sunur hanya berdagang / tolan yang tadi dipandang hilang (9).

Siapa tuan yang kasih sayang / mau menanya dagang terbuang/

(53) sambutlah surat sudah terlayang / lihat kabarnya disana terang (10).

Di dalam surat ada alamat / mengatakan dagang lagi ada hayat / serta sehat dalam selamat / di negeri Tarumun namanya tempat (11).

Siapa tuan menaruh iba°  / mau melihat dagang yang papa / tuan disini dagang disana / di dalam surat bertemu mata (12).

Aku suratkan dengan ujung°  kalam / atasnya kertas dawat yang hitam / siapa tuan yang  rindu dendam / tempat teringat  siang  dan malam (13).

Dengan ujung°  kalam aku menyurat / boleh katanda masa teringat / siapa yang rindu tolan sahabat / lihatlah bekasnya dagang yang larat (14).

Wahai tuan yang kasih sayang / apalah nasib dagang seorang / untung nan tidak bagai di orang / dari mula awal sampai sekarang (15)

Di orang untung umpama°  nuri / rupa pun baik dengan biapari / dalam tahta sepanjang  hari / apa yang hajat datang sendiri (16).

Di dagang untung bagai sisagan / di dalam sarab sepanjang hutan / kurang mencari kuranglah makan / sepanjang tahun segenap bulan (17).

Di orang untung umpama° tiung / dalam haribaan bunda mengandung / jikalau sakit bunda mendukung / pada masa panas dikembang payung (18).

(54) Di dagang untung bagai barabah / dalam ilalang° tuhur dan basah / sakit dan senang itulah rumah / begitu nasib takdir Allah (19).

Di orang untung umpama° balam / di dalam sangkar° podi manikam / di dagang untung bagai anak ayam° / dalam pelimbahan siang dan malam (20).

Di orang untung umpama° elang° / menjadi raja di awang-awang / di dagang untung si pipit pinang / dua sejoli kemana terbang (21).

Di orang untung umpama° bayan / dalam sangkar° keramat intan / di dagang untung si pungguk rawan / mabuk bercinta rindukan bulan (22).

Di orang nasib umpama°  merak / rupanya baik akal pun bijak / di dagang nasib upama cecak / kebencian orang guna pun tidak (23).

Di orang ada ibu dan bapa / akan pembujuk° hati yang duka / di dagang yatim, miskin, dan papa / segenap negeri benci belaka (24).

Jikalau ada ayah dan bunda / sukalah dagang jadi garuda / terbang membubung  atas udara / ke negeri Sunur menjelang ayahanda (25)

Di orang untung Bunga Cempaga / rupanya baik putra dewangga/ siang dan malam atas kepala / dalam junjungan ayah dan bunda (26).

Di dagang untung bunga durian / jatuh ke bumi masa penghujan° / (55) menjadi luluk sepanjang jalan / siang dan malam jadi jejakan (27).

Sanak saudara ada di orang / boleh menolong pagi dan petang / dagang nan bagai pinang sebatang / kiri dan kanan tidak bercabang (28).

Di orang ada dalam kaum / umpama°  betung rampak serumpun / kiri dan kanan banyak berhimpun / segenap bulan sepanjang tahun (29).

Di dagang tidak ada kerabat / akan menjadi lawan sahabat / umpama° nyiur° sebatang bulat / pikir di hati menjadi larat (30).

Di orang nasib bagai durian / batangnya rampak, daun, dan dahan / di dagang nasib sebatang bamban / masa terbuang di dalam hutan (31).

Di orang ada rumah dan tangga / tempat bermain bersuka2 / di dagang yatim, hina, dan papa / segenap rumah tempat suaka (32).

Sudah begitu takdir Allah / mula sejengkal tinggi di tanah / kami bertiga suatu ayah / turun serumah naik serumah (33).

Untung di Allah sudah begitu / atas kepala dagang piatu / kami bertiga ibu pun satu / ketiganya hanyut ke Bandar Satu (34).

Di orang nasib bagai kepundung / buahnya manis makanan burung / di dagang nasib buah galapung / hanyut di sungai terapung2 (35).

(56) Di orang untung umpama°  duku / manisnya sampai ke ujung° kuku / di dagang pahit bagai mengkudu/ biarlah hilang jangan meragu (36).

Wahai tuan yang biaperi / dagang katakan nasib sendiri / anak ayam° hilang  ada bacari / dagang terbuang tiap negeri (37).

Wahai tuan yang kasih sayang / dengarkan kabar dagang terbuang / jauh di mata di hati hilang / baiklah mati sebelum gadang (38).

Tidak kerabat banyak di orang / tetapi ada emas di pinggang / barang kemana pergi berdagang / adalah orang menaruh sayang (39).

Dagangku ini tidak seperti / dari mula kecil bunda ‘lah mati / emas pun tidak di dalam peti / semuanya orang menaruh benci (40).

Wahai sahabat handai dan tolan / dagang yang yatim tuan sadarkan / tidaklah jadi tuan harapkan° / sudah terbuang dalam lautan (41).

Tuan dengarkan kabar yang elok / dagang diambil kabuah ratap° / tidaklah boleh dagang diharap° / umpama°  kambing lepas ke sesap° (42)

Siapa tuan yang kasih sayang / memberi nasi dagang terbuang / sesuap pagi sesuap petang / minta° ridakan sampai sekarang (43).

Sudahlah kabar kepada tolan / sembah dan salam habis disinan /

(57) kepada yang  tua° sembah haluan / yang muda salam dagang kirimkan (44).

Suatu lagi nazam ditambah / kepada ananda° Umi Salamah / belahan nyawa buah hati ayah / di negeri Sunur darah tertumpah (45).

Wahai ananda° Umi Salamah / dengarkan, Sayang, pitaruh ayah / taat ibadat kepada Allah / iman di dada jangan berubah (46).

Sembahyang, Sayang, jangan berhenti / dari mula hidup sampai kan mati / di akhirat, Sayang, ayahanda menanti / di Padang Mahsyar di pangkal Titi (47).

Jikalau ada umurku panjang / niatku bulat tidak bercabang / hendak segera kembali pulang / melihat anak sibiran tulang (48).

Jikalau sampai bilang umurku / habislah daya dengan upayaku / di akhirat, Anak, kita bertemu / di dalam Jannah sorga Tuhanku (49).

Wahai Anak hendaklah syukur / masuk termimpi masaku tidur / siang di Tarumun malam di Sunur / rangkai hatiku rasakan hancur (50).

Tersentaklah ayah pada tengah malam / bulan pun terang cuaca alam / tampaklah gunung jeram-menjeram / hati yang rindu remuk di dalam (51).

Bangunlah ayah daripada tidur / bangkit sekali duduk terpekur / terdengar ombak berdebur2 / tidaklah obah rasa di Sunur (52).

(58) Ayam° berkokok hampirlah siang / orang pun sunyi° angin pun tenang / berdesir ombak di atas karang / bunyi° menyeru mahimbau pulang (53).

Jikalau ayahanda menjadi burung / sekarang itu terbang membubung / laut baharullah ayahanda arung°  / biarlah hanyut menjadi apung (54)

Jikalau ayahanda menjadi bayan / lengkap jo sayap kedua tangan / ayahanda terbang menyisi awan / menjelang Sunur kampung halaman (55).

Jikalau ayahanda menjadi elang° / sekarang itu jua terbang / malam pun tidak dinanti siang / minta° sampaikan masa sekarang (56).

Begitu rasanya di hati ayah / siang dan malam tidak berubah / tetapi belum takdir Allah / habislah daya upaya sudah (57).

Inilah surat dagang yang sangsai / sambutlah, tuan, manakala sampai / suruh bacakan barang yang pandai / ganti bertutur berandai2° (58).

Siapa tuan menaruh santun / sambutlah surat dari Tarumun / kaganti senda umpama° pantun / jikalau salah beribu ampun (59).

Wahai sahabat kecil dan besar° / Suratku ini minta° didengar / air mata tuan kalau keluar / ganti meratap° mayat terhantar (60).

Siapa tuan yang kasih sayang / mendengar kabar berita dagang /

(59) air mata tuan kalau terbuang / misalkan mayat turun di jenjang° (61).

Wahai ananda° Umi Salamah / hendak dengarkan surat bermadah / air mata anak jatuh ke tanah / niatkan, Sayang, meratapi ayah (62).




p/s: petikan ini daripada translisasi Syair Sunur yang didapati daripada sebuah blog. sangat indah untuk dihayati.

23 November 2010

hati yang kembara

tentang hati yang meronta
ingin kembara dari daerah merah merekah
kian tertindih oleh sejuta mimpi dan perasaan
menjerit memanggil Tuhan

mencari keutuhan diri dalam beribu bicara dan doa
dan masih bernafas dalam getir
kembara merayau dari wajah ke wajah semalam

duhai angin
bawakan mimpi dari kiblat 

dalam kekalutan warna yang kabur
merintih menggelupur dalam keasingan bagai terkubur
berselimut dalam dosa dan harap yang meronta
akan perjalanan yang banyak kenangan menikam
dan sungguh takkan terpadam

naskah-naskah dari tulisan silam menyimpan dendam
tintanya dari luka dan air mata
tentang duka dan lara

hati kembara dari daerah merekah
mencari ketulusan di jalanan gersang
meminggirkan diri dari cinta yang berkabus nafsu
menyusur sekilas sinar cahaya yang hampir tenggelam

tangis dan zikir bercinta
dalam sedu bertemu tawa dan dosa
mimpi dan nyata yang bercampur
singgah menggugah langkah kembara hati
menjejak kekasih penunjuk jalan pulang

pergilah angin bawa nafas yang kuhelakan
sebelum cahaya menghilang bertukar gelap yang panjang
biarlah hati ini bermusafir
walau langit bertatah hujan
biar basahku kuyup memeluk kasih-Mu Tuhan.





231110

21 November 2010

rencah satu Malaysia


Saat itu bergema lagi
Menggamit rintihan bahasa duka
Dalam cengkaman penjajah durjana

Menggenggam sekelumit nekad
Menongkah derita
Hujan peluru adalah irama luka membakar jiwa
Tangisan si kecil dan esakan hawa mengheret pilu

Resah berkejar gelora ke samudera merdeka
Anak muda bertarung nyawa
Di medan merah bertempur gagah
Menjulang tenaga pewira
Memburu kebebasan

Duduk.....duduklah di situ
Kaku.....biarkan kaku usah terburu
Pejam...jangan kau pejamkan mata hatimu
Diam.....usah lagi bicara dusta
Dengar....sememangnya ku ingin kau mendengar
Mengerti.....seharusnya kau memahami
Tentang sejarah yang tak kita peduli...

Kiranya langit itu biru
Sebenarnya jiwa mereka kelabu
Tiada lagi senyum tawa
Hanya genangan air mata
Hingga kering masih terlukis
Pada wajah seribu hiba
Menagih pujukan hati
Meniti hari-hari ngeri
Tapi kini
Kita bisa melihat
Anak-anak kecil ketawa
Bukan lagi tangis duka
Kita bebas mengatur langkah
Bukan lagi dirantai merah

Hari ini segalanya milik kita
Usah dihitung manik-manik putih yang luruh
Pasti kelabu bertambah haru
Tapi jerih luka mereka
Pasti dilupa jangan
Biar layu pucuk tualang
Biar rumput jadi semalu
Sawah bendang jangan tergadai

Dari lidah fikir menteri perdana
Gagasan rakyat puluhan juta
Kita mulakan langkah baru
Mengiringi visi tak terbatas
Dari mata jiwa seorang wira bangsa
Demi tanah tumpah darah
Mendukung misi menggapai cita

Kita memegang satu matlamat
Padanya berpadu erat
Satu rumpun memasang hasrat
Satu suara bulat
Satu tekad tercegat
Satu sama muafakat

Kita melangkah sama berderap
Kita menyusur sama selinap
Kita menongkah sama berharap
Kita mara sama berarak

Hasrat terbina berpasak bangsa
Menuntut segala kudrat yang ada
Azam berzaman terus menyala
Berganding bahu langkah bersama
Membuka luas mata dan minda
Menyusur kemodenan arus dunia
Jangan bangsa mudah terpedaya
Walau diterjah badai pesona
Terpahat sudah di dalam jiwa
Takkan melayu hilang segala

Langkah kita usaha berganda
Memikul amanat menjinjing keringat
Di bahu kita semuanya wasiat
Tulisan merah berkeramat

Kitalah penyambung warisan berzaman
Kita gubahkan menjadi pedoman
Kerana sejarah telah bercerita
Telah banyak luka dan derita
Apalagi nyawa yang terkorban merata

Kitalah rakyat malaysia
Pewaris bangsa merdeka
Darah pewira berkurun saka
Takkan mengalah meredah masa
Berjuang bagai pahlawan satria
Setapak melangkah terus mara

Ayuh bangsa dan segala yang ada
Usah kita berkira rupa
Tak perlu kita memilih bahasa
Kita pupukkan ketabahan
Menghadapi dugaan melanda
Kita lenyapkan nafsi yang berselimut mewah
Merapat jalinan saudara sebangsa

Di daerah kota janganlah melupa
Di desa yang kurang segala
Yang di atas usah menabur dusta
Yang di bawah usah diperhamba

Yang di atas biarlah redup memayungi
Yang di bawah biarlah sama berusaha
Kanan dan kiri ramah bersapa
Jadikan budaya jauhi sengketa

Dunia kini bersopak derita
Timur dan barat melambung kata
Di sana sini menghasut mengata
Siang derita malam sengsara
Jerit tangis menjadi bahasa
Debu peluru menjadi santapan luka
Nyawa tiada lagi berharga
Mati relai bersepah merata
Laksana wayang mainan kuasa
Begitulah boleh diumpama
Andai harta dan darjat beraja
Hilanglah damai berganti gelora duka

Hari ini bersyukurlah kita
Berpijak di bumi sentosa
Masih bebas umpama langit luas terbuka
Makmur berpadu adunan perdana
Pemimpin bijaksana lagi berjasa
Isi negara sama dicakna

Para ilmuan turut bersama
Menyusur reba tunduk berisi
Mendongak tinggi merendah hati
Mengukur hasrat pada padanan

Berunjak kasih serta kesetiaan
Rukun negara jadi pegangan
Bertatasusila jadi amalan
Adil bertindak menegak hak
Petah lidah jujur bermadah
Berani menegah bicara bercanggah

Tidak helang terbangnya rendah
Bukan belang taringnya patah
Bukan sebarang cepat melatah
Walau sinar intan berlian bertatah
Jangan bangsa mudah beralah
Walau jasad bergelimpangan rebah

Barang yang benar usah pertikai
Bertahan hujah para bijak pandai
Jangan sampai maruah tergadai

Mata dunia menyaksi segala
Tentang retorik dan boneka
Tentang birokrasi dan kuasa
Tentang manusia bermuka neka

Semuanya kerjaan yang cerdik belaka
Tidak bersangsi megah berasa
Tunjuk hebat lagi keparat

sedunia menghambur berita
Halnya khabar durjana
Ada kata dalam kata
Ada tipu dalam tipu
Celakalah kita dirundung dusta
Binasalah kita diamuk sengketa

Berjuanglah
walau pulang jasad ke tanah
Bermulalah kejayaan yang hakiki
Selepas berhempas pulas
Menghidupkan watak dipentas terbuka

Buruk lidah kerana kata
Buruk kata kerana amarah
Buruk kita kerana dusta
Buruk hati kerana nista
Buruk bicara buruk bahasa
Buruk bahasa buruklah bangsa
Buruk bangsa buruklah semua

Usah ditudingkan telunjuk lurus
Lihatlah kelengkeng berkait jua
Kalau bernas akal dan nilainya
Bahasakan bicara juara
Muafakat musyawarah selesai segala

Bukan telagah tunjuk megah
Bukan berarak menunjuk marah
Bukan berpuak tunjuk kuat
Bukan berkapak tunjuk hebat

Duduk semeja sama berpakat
Sama-sama menghambur hasrat
Berlandaskan hukum dan syarak
Dalam Islam bersyariat
Sama bincang dapat manfaat
Agar hasilnya suara yang bulat

Cantaskanlah iri-iri yang berputik
Lenyapkanlah ragu yang membuntu
Leraikanlah hasad yang berlingkar
Padukan semangat teguh bersatu
Hasrat yang satu isinya beribu
Impian beribu milik insan berjuta


Gempita melontar suara
Gegar hingga ke hujung muara
Menjulang semangat membara
Berdiri megah di pentas wira

Ayuh tebus maruah bangsa
Membela nasib kita semua
Di tanah yang berbaur hanyir darah
Dari liang derita pejuang yang rebah

Sengsara yang pernah tersimbah
Warnanya merah likat berdarah
Darah yang sama merah
Yang mengalir dalam tubuh kita

Seumpama sebuah padang terbuka
Kita tegakkan rumah bangsa
Dengan kudrat sepakat
Yang kita himpunkan berdekad lama
Dengan semangat yang menyala

Tiada lagi sangka meronta
Tahu jirannya sesama sebangsa
Berjabat sapa bersenyum mesra
Bertegur sentiasa memugar persaudaraan
Di situlah kita kan mengenal ertinya kawan
Ertinya damai alam sejagat
Sama mengerti sama berpakat
Menjaga ukhwah penuh berkat
Tiada muslihat yang tersirat
Perhubungan bertambah erat

Malaysia bumi kita
Selagi jasad tak lucut nyawa
Jangan kita telingkah sesama
Satu malaysia kita bersama
Di dalamnya melayu india cina
Juga banyak lain-lainnya

Kalau gulai kawah yang sama
Asam garam sama merasa
Sesama kita menabur budi
Sesama kita mencurah bakti

Walau terlingkup langit dan bumi
Jangan mengkhianati sesama sendiri
Jadikan pedoman segala yang jadi
Jangan sejarah berulang lagi


011010
ini adalah puisi terpanjang yg pernah aku buat...patriotik lg..hoohoho....pening pale aku...dah la patriotik, xmasuk jiwe la....huhuhuhu....anyway, dh siap.... hehehe....semua puisi2 baik2 ni aku wat untuk program Sejuta Puisi Satu Malaysia.....sbnrnye byk lg yg kne wat...disebabkan handwriting ondaspot...so, xdan nk copy...huhuhu... Layannnnnnn.....

anak-anak malaysia


Semusim kita dihimpun,
Di daerah Malaysia,
Menjadi sangkar dan penjara,
Dan kita bersama belajar,
Mengenal diri,
Mengenal erti,
Mengenal rentak kehidupan,
Mengenal isi kemasyarakatan.

Di daerah bening ini,
Kita yang datang dari segenap penjuru,
Sama menganyam bilah-bilah permuafakatan,
Memintal hasrat dan impian,
Menjadi hamparan budaya sejagat,
Di persada kemakmuran.

Sesungguhnya hari ini,
Adalah detik mula langkah berpaut,
Memaknakan rintisan sebuah demokrasi,
Di dalamnya sarang bangsa kembara,
Menggenggam nekad menyala,
Anak-anak Malaysia seiring sekata.


koleksi puisi aku untuk sejuta puisi satu malaysia

Search This Blog